Bangsa Yang besar adalah bangsa yang melestarikan Kebudayaan.
I. Kerajaan Batak Tua.
Berdasarkan informasi data yang dapat dikumpulkan, baik yang berasal dari cerita rakyat, sejarahwan, kepustakaan dan riset; konon sekitar abad pertama Masehi telah berdiri Kerajaan Batak (Pa’ta) berkedudukan di Batahan (sekitar kota Natal sekarang). Wilayah kekuasaannya meliputi seluruh pantai barat Sumatera, dahulu disebut pulau Andalas (Baca: Adda las) sampai ke bagian barat pulau Jawa yang dihuni oleh suku Badui.
Berdasarkan informasi data yang dapat dikumpulkan, baik yang berasal dari cerita rakyat, sejarahwan, kepustakaan dan riset; konon sekitar abad pertama Masehi telah berdiri Kerajaan Batak (Pa’ta) berkedudukan di Batahan (sekitar kota Natal sekarang). Wilayah kekuasaannya meliputi seluruh pantai barat Sumatera, dahulu disebut pulau Andalas (Baca: Adda las) sampai ke bagian barat pulau Jawa yang dihuni oleh suku Badui.
Sebutan/istilah Badui berasal dari bahasa Austronesia purba yang masih banyak dipergunakan oleh orang Batak sekarang, terdiri dari dua suku kata, Ba-niadui (nun jauh disana).
Pada masa itu, bangsa Batak menganut suatu kepercayaan yang disebut Agama Malim; pimpinannya disebut Raja Malim, dibantu oleh para Nabi yang disebut Panurirang, dan para pengikutnya disebut Parmalim. Berkaitan dengan pemerintahan, Raja Malim bertindak sebagai penasehat dan disebut Paniroi/Sitiroi. (ahli ilmu bumi dari Iskandariah, bernama Claudius Ptolomeus, menyebutnya Satyroy).
Kepala pemerintahan yang disebut Sirajai Jolma bertindak sebagai Pemangku adat/Penegak hukum (Executip). Terbetik berita, bahwa pada masa jayanya Kerajaan Batak telah menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan lain seperti; Kerajaan Cola (India), Kerajaan Ming (Cina)dan telah memiliki semacam Perguruan Tinggi Parmalim di Gunungtua, dimana masih terdapat sisa-sisa peninggalannya hingga sekarang, antara lain:
Candi Portibi,
Biaro Bahal,
Sitopaon (Sitopayan)
Candi Bara
Candi Pulo
Candi Sipamutung
Candi Tandihat I
Candi Tandihat II
Candi Sisangkilon
Candi Manggis
Candi-candi ini menandakan bahwa orang batak telah mengenal pendidikan dan telah memiliki beradaban yang maju.
Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Alexandria, Mesir, pada abad ke-2 Masehi juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang di kenal menghasilkan wewangian dari kapur barus. Bahkan, dikisahkan pula bahwa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Fir’aun sejak Ramses II atau sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi.
Peta kuno sumatra oleh Claudius Ptolomeus
Raja dari Sriwijaya yang muncul kemudian dan berkuasa di pantai timur pulau Sumatra, tidak pernah mengganggu keberadaan Kerajaan Batakdi bagian barat; kabarnya, karena mereka masih ada hubungan keluarga; sama sama keturunan keluarga Sailendra, yaitu keluarga yang datang dari pulau Sai lam=Sai lan=Ceylon.
Pada tahun 1024, Raja Rajendra Cola Dewa dari negeri Cola menyerbu negeri Batak, hal ini kabarnya disebabkan ketersinggungan Raja Cola Dewa I atas hubungan dagang antara Kerajaan Batak Tua dengan Kerajaan Ming pada waktu itu, dan pada tahun 1029 Kerajaan Batak Tua dapat ditaklukkan setelah berperang selama 5 tahun. Raja negeri Batak ditangkap, tetapi tidak dibunuh; negeri itu ditinggalkan begitu saja tanpa pemerintahan.
Disclaimer:
Pemilik blog meminta maaf sebelumnya kepada para penulis. Bukan untuk kepentingan pribadi pemilik blog mengulas kembali, melainkan untuk kepentingan generasi berikutnya. We Love BATAK.
No comments:
Post a Comment